Jumat, 09 Mei 2014

Kaktus

Panas ....
Sinar mentari selalu menyengat ubun - ubun.
Membakar bersama suhunya yang tinggi.
Tak peduli dimanapun.
Bahkan di padang gersang sekalipun.

Dingin ....
Begitu menusuk, ketika bulan dan bintang muncul.
Di kala malam menyelimuti kalbu.
Ketika angin berhembus bebas.
Ketika suara sunyi senyap.

Itu yang kurasa, itu yang kurasa ...
Itu yang kurasa, setip harinya ...

Aku sendiri di tanah terasing.
Tanah tak terjamah, bersama hamparan pasir nan luas.
Aku sendiri di kebun mati.
Kebun yang sepi, hanya jenisku yang dapat tumbuh.
Aku sendiri di kekeringan.
Saat sang air enggan, melintas di bawah kaki - kakiku.
Aku tertawa di keheningan.
Saat tak ada siapa - siapa yang mendengar dan di dengar.

Aku kaktus kecil, mungil.
Berharap uluranmu, berharap kasihmu,
Berharap candaanmu, tapi apalah aku di padang gersang .
Aku kaktus hijau, pucat.
Energi yang terkuras, melawan panas dingin kejam.
Atmosfer terarah yang tiada arah.
Aku kaktus berduri, tajam.
Kulitku, tatapanku, ucapanku.
Semuanya pasti tersakiti kala menyentuhku.
Aku kaktus sebatang kara, Bebas.
Berdiri sejenak, sekelilingku kosong tiada bekas.
Ingin berlari tak bisa, bebas yang tertahan.

Berharap aku selalu bugar.
Tanpa kering yang menghantui.
Meski aku, punya bekal untuk digunakan.
Berharap hujan menets deras.
Membanjiri lahan aku berpijak.
Meski aku, harus membusuk menampung air.

Aku hanyalah kaktus.
Kaktus yang berjuang untuk menunggu.
Hancur di alam dengan segala kekuatannya.
Ataukah hancur di pot dengan energi tak berukuran.
Aku hanyalah kaktus... Itu saja...

0 komentar:

Posting Komentar