Rabu, 11 Juni 2014

Negeriku Bukan Panggung Teater

Negeriku Amatlah Kaya.
Berilau kerlap - kerlip alamnya. Bertaburan emas dan permata dalam tambangnya. Gedung yang menjulang tinggi. Kebudayaan yang beragam. Manusia yang melebur dalam tentram. Cita - cita yang teramat banyak sangat, dan tinggi berlangit - langit. Negeriku kokoh berdiri. Satu, meski pulau di luar kotak, namun dalam lingkar.


Tapi... Negeriku Bukan Panggung Teater.
Bukan Negara yang semata bisa jadi tempat tontonan banyak orang. Hiburan. Dan pelampiasan kejenuhan. Bukan Negara yang bisa diatur dengan "Skenario" sembarangan. Bukan Negara yang bisa dikendalikan oleh "Sutradara" sembarangan. Negeriku punya visi dan misi jelas yang tak dapat kau ganggu gugat. Negeriku adalah karunia Tuhan, Sang Sutradara Kehidupan. Pemilik "Skenario" dari "Naskah" yang sesungguhnya. Untuk memajukan dan menghidupkan kesejahteraan Indonesia. Campur tangan "Kalian" tak memberi arti dalam diri. Hanya merusak, tak berniat memajukan Negeri ini sejak awalnya. Karena kalian bukan dari sini.


Negeriku Bukan Panggung Teater.
Bukan Negara yang berisikan banyak kedok. Bukan Protagonis yang berwatak baik, santun dan manis - manis gula. Namun, dibaliknya justru Serigala berbulu Domba. Bukan Antagonis yang berwatak galak, menghentak - hentak dan ganas pedas. Yang kenyataannya berotak kadal Mars. Bukan juga yang berisikan tokoh Gadungan, yang semata - mata dapat dikendalikan layaknya Boneka. Memang, kuakui, dalam negeri ini banyak sekali Tikus Berdasi, Penjilat Jalanan dan Oknum Boneka. Tapi bukan berarti Negeri ini ladang konotasi. Kami punya banyak prestasi, Orang - orang yang berprestasi dan juga pencetus bermacam bentuk regenerasi.


Negeriku Bukan Panggung Teater.
Bukan lahan aktor yang diatur oleh Sutradara. Pemerintahan kami jelas. Mengemban visi dan misi nyata untuk Indonesia berjaya. Meski terjadi simpang siur, lemparan kerikil dan hujatan terhadap pemimpinnya. Bukan Negeri yang penuh properti kawakan. Yang menutupi keasliannya. Yang menutupi kepalsuannya. Kami berusaha untuk bergerak, mengusir para "Pembuat Properti" yang berusaha meraup "Lahan Negeri" untuk meninggikan keegoisan dirinya, kepentingannya semata.


Negeriku Bukan Panggung Teater. ... ...

Selasa, 10 Juni 2014

Lubang Di Dalam Hati

Kubuka mata dan kulihat dunia
Tlah kuterima anugerah cintaNya
Tak pernah aku menyesali yang kupunya
Tapi kusadari ada lubang dalam hati

Kucari sesuatu yang mampu mengisi lubang ini
Kumenanti jawaban apa yang dikatakan oleh hati

Apakah itu kamu apakah itu dia
Selama ini kucari tanpa henti
Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati

Kumengira hanya dialah obatnya
Tapi kusadari bukan itu yang kucari

Ku teruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan
Dan kuyakin kau tak ingin aku berhenti

Apakah itu kamu apakah itu dia
Selama ini kucari tanpa henti
Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati

Apakah itu kamu apakah itu dia
Selama ini kucari tanpa henti
Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang kan mengisi lubang di dalam hati

By : Letto

Minggu, 08 Juni 2014

Ketika Mawar Itu Mekar ...

Kuncup mawar itu masih tampak mungil.
Pertama kali aku menemukannya, dia tertunduk malu di antara tebaran kelopak bunga di taman. Warnanya merah cerah. Begitu kecil. Begitu mungil. Kuambil, dan kutaruh dia dalam pot bersama bunga lainnya. Bersama itu, kuharap dia berusaha berjuang untuk mengejar cita - citanya yaitu mekar laksana mahkota nirwana yang berkilauan, betapa indahnya.

Lalu bunga itu mulai tumbuh.
Hari demi hari, dia tampak lebih tinggi. Dari yang dulunya mungil, kini terlihat lebih bisa membanggakan. Dia mulai belajar mengendalikan emosi. Saat dia sendirian, menghadap pada Tuhannya, emosinya padam. Menyatu bersama hidayah-Nya. Dia mulai belajar sabar. Tatkala hingga menjadi besar, sedikit demi sedikit kesabaran itu memupuk untuk menumbuhkan. Dia mulai belajar mandiri. Tekadnya yang tegar berdiri. Meski sempit tempatnya menyendiri, dia tak lelah hati untuk mengerti bagaimana luasnya dunia ini dapat dijalani. Dan dia mulai belajar menghargai. Menghargai waktu, mengisinya dengan kegiatan dan hal - hal yang bermanfaat, meski terkadang hal tersebut bukanlah tugas yang bisa dilakukannya saat itu.

Dan Ketika mawar itu Mekar.
Sungguh Keajaiban. Dia mekar begitu indahnya. Begitu anggunnya. Betapa sungguh, seperti Bidadari turun dari Surga tatkala itu merekah. Dia begitu cantik dan manis. Kelopak merahnya mekar melebar. Begitu merah warnanya. Bagai hati yang tengah bahagia. Meski tumbuh duri, itu untuk melindunginya dari segala mara bahaya. Menunjukkan dia mampu mengatasi segala permasalahannya yang dia terima. Meski terkadang berat, dia mampu tersenyum bersama kemekarannya. Dan Mawar itu indah, kukembalikan ia bersama bunga lainnya di taman sana. Meski aku tak bisa memiliki, setidaknya dia berada di tempat yang tepat. Tempat dia nyaman bersama teman - temannya.

Sabtu, 07 Juni 2014

Belum Sanggup Meninggalkan

Tahun ini dan pada periodeini, salah satu tempatku bernaung melakukan regenerasi. Ya, kegiatan yang mengikutsertakan berbagai angkatan dan tingkatan. Dari muda yang masih perlu banyak sekali bimbingan hingga tua yang sebentar lagi menempuh wisuda. Semua dituntut berpartisipasi untuk kelangsungan kepengurusan yang lebih baik nantinya, yang lebih bisa membawa kepemimpinan kedepannya.

Aku,
Aku berada di posisi harus meninggalkan.
Dan seraya aku belum sanggup.

Banyak yang bilang, masa - masa ini adalah masa kesenangan, masa kebahagiaan. Dimana aku dan seluruh kawanku nantinya akan digantikan oleh mereka yang muda, adik - adikku. Untuk belajar memegang tanggung jawab dan meraih kepemimpinan. Namun aku masih tak dapat tersenyum.

Dada ini masih terasa sesak saat harus sudah meninggalkan mereka. Aku harus beranjak dari tempatku duduk sekarang ini dan membiarkan mereka mendudukinya. Ini bukan perkara takmu pergi atau apalah. Aku hanya tak tega melihat mereka nantinya. Melihat mereka di atas angin dan harus menghadapi beberapa jenis hujan yang belum mereka ketahui sebelumnya.

Kamu tahu, Aku belum mampu.
Merasa belum memberikan yang terbaik pada mereka.
Dan mereka dituntut untuk bisa. Sungguh.

Apakah aku harus tertawa ?
Ketika jabatan dipindahtangankan, sedangkan aku belum tahu apakah mereka nanti juga turut tertawa.
Apakah aku harus tersenyum ?
Meski terkadang dituntut untuk selalu senyum, dan nantinya juga kekhawatiran itu hanya berupa senyum.
Apakah aku harus bahagia ?
Turun tahta dan melihat mereka, adik - adikku, penerusku, melakukan yang sekadarnya bisa.

Apakah aku tak boleh menangis ?
Melihat mereka nanti menyesak tangis. Semua pekerjaan dan hasil tertepis dan terkikis.
Apakah aku tak boleh berteriak ?
Menghujam beban, menampar omongan kalian yang menyatakan aku harus senang penuh riak.
Apakah aku tak boleh gempar ?
Setiap kali berkata itu, pada akhirnya hanya kritik cemooh kan yang keluar.

Bukannya aku tak percaya pada adik - adikku yang manis.
Aku percaya. Bahkan sangat percaya bahwa nantinya mereka akan memimpin lebih baik dari pada aku dan generasiku. Namun, sebagai kakak aku hanya merasa khawatir pada apa yang aku lepas dan kupindahtangankan kepada mereka. Berharap saja. Nantinya mereka akan nyaman pada tingkatan itu, tidak mengeluh, meski hujan badai datang.

Tetap. Masih belum sanggup meninggalkan.
Meski aku tidak berada di dalam sistem, semoga tetap bisa mengontrol sistem.

# Rio Suryo W, Kepala Departemen Luar Negeri HIMA ELKA PENS 2013/2014

Jumat, 06 Juni 2014

Teman, Ya... Boleh Jadi.

Boleh jadi,
Kau meminta Matahari menemanimu lewati hari, tapi dia pasti pergi ketika senja datang. Apakah kau kecewa dengan perbuatannya ? Padahal dia tengah menuju sisi lain Bumi untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya. Setelah itu, akankah kau berprasangka buruk terhadapnya ? Hingga sampai tak menganggapnya teman ?. Meski Esok Hari dia tetap kembali bersamamu. Pikirkanlah.

Boleh jadi,
Kau meminta Bulan menjagamu dalam pekatnya malam, tapi kau tak melihatnya saat matamu terbuka tatkala pagi. Apakah kau berpikir dia meninggalkanmu ? Padahal dia tetap mengawasimu meski terhalang siang dan bayang Bumi. Setelah itu, akankah kau berpaling dari Purnama ? Hingga sampai menutup mata ?. Meski malam nantinya akan mengantarkan dia ke sampingmu. Renungkanlah.

Boleh jadi,
Kau meminta Bintang selalu menerangi aktivitasmu, tapi mereka terlihat padam saat awan mendung datang. Apakah kau pikir mereka sengaja sirna ? Padahal mereka tetap bersinar terang di antara sela - sela awan lepas. Setelah itu, akankah engkau merunduk tak menantinya ? Hingga tak ingin menatapnya lagi ?. Meski dia tetap menerangimu tak peduli siang ataupun malam. Resapilah.

Boleh jadi,
Semua ini apa yang kau rasakan dalam harimu. Pada temanmu. Bersama kawan dan sahabatmu. Pikirkan, renungkan dan resapi. Ketika mereka pergi dan sejenak menghilang dari atmosfer diri, belum tentu mereka hilang selamanya. Boleh jadi ada hal yang memang tak seharusnya kita ketahui.
Ya... Boleh jadi..


Author : Rio Suryo W

Senin, 02 Juni 2014

Akibat Sering RePost

Memposting postingan orang lain menjadi postingan kita, terkadang di Blog atau status jejaring sosial lainnya namun masih mencantumkan nama penulisnya sangatlah sering dilakukan apabila postingan tersebut memang sangat menarik minat kita. Istilahnya RePost. :D . RePost banyak sekali dilakukan oleh para blogger, orang yang suka baca, calon penulis dan banyak lagi yang punya hobi atau kegemaran dalam bidang sastra.

Efek RePost bisa mempegaruhi banyak orang dan berbagai aspek. Ketika RePost suatu posting milik orang lain, kalau kontennya mengena pasti di-Like. Apalagi yang sering posting di Facebook, langsung banyak yang nge-like dan comment. Contohnya ketika RePost status milik seorang penulis terkenal. Baru di-post saja, beberapa detik kemudian langsung berkerumun tuh yang para komentator – komentator seantero internet. Dan pertanyaannya di sini cuma satu, yang disukai itu postingan kita atau postingan seseorang yang kita RePost ? Ini perlu dipikirkan.

Ingat, apa yang disukai mereka bisa jadi bukan postingan kita, tapi apa yang kita posting, yang sejatinya memang bukan bikinan kita melainkan bikinan orang lain yang namanya juga sudah cukup terkenal. Memang RePost itu boleh dan tidak dilarang selama selalu mencatumkan nama dan bukanlah pembajakan. Tapi itu juga secara tidak langsung membatasi kita untuk berkreasi. Dengan memposting terlalu sering postingan orang lain, terlalu sering pula kita tidak mengkreasikan kreativitas kita. Perhatikanlah.

Aku juga sering melakukannya. Awal – awalnya juga nggak apa – apa.Namun lama – kelamaan aku jadi terjerumus dan sering meRePost. Dan tatkala itu ada yang menegurku mengenai postinganku, “Kalau pendapat sendiri pasti lebih keren”. Begitulah yang dikatakan ‘Sang Kritikus’. Jadinya aku mencoba sedikit demi sedikit mengurangi RePost. Agar aku bisa berkreasi dengan caraku.
Terima Kasih Sang Kritikus :D